Haluan Baru Bogor – Pesta demokrasi kita akan kembali digelar pada Februari 2024 mendatang. “Kita selaku kaum muda dan peduli kepada kemajuan dan pembangunan bangsa tentunya tidak boleh tinggal diam. Kita sambut Pemilu 2024 tahun ini dengan penuh rasa suka cita dan tanggung jawab demi perubahan ke arah yang lebih baik temntunya,” kata Habib Fahmy di hadapan peserta Sosialisasi 4 Pilar MPR RI pada 23 Januari 2024 di Gedung DPD PKS Kabupaten Bogor, di bilangan Jaln Tegar Beriman.
Peserta yang sebagian besar kaum muda itu menyimak paparan Anggota MPR RI F-PKS itu dengan penuh semangat. “Ini kesempatan bagus, kesempatan untuk menggali ilmu dan wawasan dari seorang pejabat negara, Anggota MPR RI, Habib Fahmy Alaydroes,” kata Rahmat salah seorang peserta.
Pemilih muda diprediksi bakal mendominasi pesta demokrasi Pemilu tahun ini. Pemilih yang biasa disebut generasi Y dan Z. Tidak sekadar memilih, mereka juga harus aktif mencari informasi, baik itu terkait kandidat maupun tentang tahapan pemilu. Generasi yang sebagian besar sudah mengantongi hak pilih ini akan berperan besar pada proses demokrasi dalam pemilu mendatang.
Peran generasi muda, kata Habib Fahmy, apalagi nahasiswa, penting terhadap persoalan bangsa. Memasuki tahun politik, mahasiswa menjadi target pasar suara oleh partai politik. Jumlah mahasiswa di Indonesia sekitar 8 juta, merupakan jumlah yang signifikan secara kuantitatif.
Pemilih muda dalam konteks Pemilu, mereka berada dalam pusaran antara antusiasme dan apatisme politik. Pada satu sisi sangat bersemangat dan ingin mengetahui seputar Pemilu, khususnya melalui media sosial. Namun, belum tentu antusiasisme tersebut sejalan dengan realitas perilaku politiknya, bahkan tidak sedikit kalangan pemilih pemula, termasuk mahasiswa, lebih memilih tidak menyalurkan hak pilihnya alias Golput. “Hal ini disebabkan bisa jadi karena apatisme mereka terhadap politik dan pemerintah, yang menurut mereka, jik asudah berkuasa cenderung hanya mementingkan kelompok nereka saja, lupa pada rakyat dan kemaslahatan orang banya,” kata Habib.
Untuk mencegah terjadinya politisasi terhadap pemilih muda, maraknya politik uang, minimnya pemahaman terkait dengan teknis penandaan atau pencoblosan, dan lain sebagainya, katat Habib, tentunya KPU sebagai lembaga penyelenggara harus lebih intens melakukan literasi politik dengan cara melakukan pendidikan pemilih kepada pemilih muda agar menjadi pemilih cerdas. “Pemilih cerdas adalah pemilih yang lebih mengedepankan rasionalitas dalam menentukan pilihannya,” papar Habib Fahmy. Dalam pendidikan pemilih tersebut juga harus diberikan pemahaman dan keterampilan teknis pencoblosan yang sah agar kehadiran pemilih muda ke TPS tidak sia-sia.
Bawaslu dan partai politik, kata Fahmy, juga tidak bisa tinggal diam untuk menyelamatkan nasib jutaan pemilih muda. Untuk itu, Bawaslu harus mendorong dan memastikan agar KPU dan Kemendagri melakukan langkah-langkah pasti, baik secara aturan maupun dalam pelaksanaannya. Partai politik, harus ikut berpartisipasi mensosialisasikan hal ini kepada konstituen dan anggotanya. Hal ini perlu dilakukan agar pemilih muda mengetahui hak dan kewajibannya pada Pemilu 2024 ini.
Basis pemilih muda dijadikan sebagai basis gerakan sosialisasi dan pendidikan pemilih karena jumlah mereka dalam struktur pemilih yang cukup signifikan. Dalam konteks Pemilu, mereka yang disebut basis pemilih muda adalah WNI yang telah memiliki hak pilih dan usianya tidak melebihi 30 tahun. Dengan demikian, kisaran usia pemilih muda adalah 22-30 tahun.
Pemilihan umum merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan dan lembaga perwakilan politik yang memiliki legitimasi yang kuat dari rakyat. Untuk itu proses Pemilu harus berjalan dengan jujur adil bebas dan rahasia serta demokratis. Pemilu merupakan bagian dari proses penguatan kehidupan demokrasi, serta upaya mewujudkan tata pemerintahan yang efektif dan efisien. Oleh karenanya proses demokratisasi harus berjalan dengan baik. (Tama)