Bogor – Pesta demokrasi tahun 2024 telah selesai. Mari kita rajut kembali benang-benang persatuan yang sedikit terkoyak dalam persaingan antarpartai politik dalam perhelatan akbar tersebut.
“Dalam perhelatan politik ini, tentunya seluruh komponen masyarakat diharapkan dapat ikut serta menyalurkan hak suara untuk bisa bersama-sama menentukan pemimpin bangsa yang akan menentukan nasib negara ke depannya. Terutama generasi muda yang disebut sebagai generasi emas, keikutsertaannya sangat diharapkan,” kata Habib Fahmy Alaydroes dalam acara Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di bilangan Tegar Beriman Pemda, Cibinong pada (08/03).
Habib Fahmy, Anggota MPR RI Dapil Jawa Barat V, memberikan pemahaman tentang hakikat Pemilu dalam acara Sosialisasi 4 Pilar tersebut. Pada dasarnya, kata Habib Pemilu yang diselenggarakan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat. Hal tersebut karena sudah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 22 E ayat 1 yang menyatakan bahwa Pemilu dilaksanakan secara umum berdasarkan pada asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. “Hal itu bukan sekadar legal formal semata, tetapi harus diimplementasikan dan diwujudkan karena Pemilu dikatakan sebagai perwujudan kedaulatan rakyat sebagai salah satu prinsip demokrasi yaitu pemerintahan yang bersumber dari, oleh, dan untuk rakyat,” papar Habib Fahmy.
Oleh sebab itu, sambung Habib, rakyat memiliki peranan penting sehingga diharapkan ikut mengontrol pemerintahnya dan masyarakat berhak untuk memilih pemimpinnya.
Melalui Pemilu, para pemimpin terpilih juga diharapkan bisa menyesuaikan rencana-rencana pembangunan yang akan dibuat agar disesuaikan dengan rencana pembangunan yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, perlu dilakukan sosialisai agar rakyat khususnya pemilih pemula dapat menjadi pemilih cerdas yang dapat benar-benar tahu bagaimana karakter pemimpin, visi misi, dan lain sebagainya dari calon yang akan mereka pilih nantinya.
Dalam kontestasi pemilu yang diadakan di Indonesia, pelaksanaannya kadang berpotensi diwarnai dengan adanya kampanye hitam, politik uang, fitnah dan adu domba, serta penyebaran hoax. Padahal, hal tersebut secara jelas dilarang. Bagi mereka yang dianggap menodai, menghasut lawan politiknya nantinya dapat dipidana. Oleh karena itu, pemilih harus pintar dan cermat terlebih jika melihat atau membaca informasi yang tersebar di sosial media serta harus selalu memastikan informasi yang didapatkan benar-benar bersumber dari lembaga yang kredibel.
Sebagai tambahan, tentu kita tidak ingin jika kelak negeri ini dipimpin oleh orang-orang yang curang. Orang-orang yang menjadi pemimpin atau legislatif karena hasil kecurangan dan pembodohan kepada rakyat, seperti politik uang. “Kita harus terus didik dan bina rakyat agar jangan sekali-kali memilih pemimpin karena “rupiah”, tetapi semata murni karena ide dan gagasan partai,” imbuh Habib dengan tegas.
Negara demokrasi seperti Indonesia, yang sebagian besar pemilihnya masih berpendidikan rendah terkadang masih sangat mudah dihasut oleh isyu agama dan kesukuan. Mereka mudah sekali tersulut emosinya hanya gara gara masalah sepele, misalnya isyu suku, ras dan agama. Karenanya, kata Habib Fahmy, setelah Pemilu ini selesai, mari kita lupakan semua perbedaan di antara kita. “Mari kita saling kerja sama dalam hal-hal yang kita sepakati dan toleransi dalam setiap perbedaan,” pungkas Habib. (*)